Sabtu, 21 Maret 2009

Bagaimana Mungkin Aku Memaafkanmu?

Seputih cinta ini ingin kulukiskan di dasar hatiku
Kesetiaan janjiku untuk pertahankan kasihku padamu
Bukalah mata hati
Ku masih cumbui bayang dirimu di dalam mimpi
Yang mungkin tak kan pernah membawamu di genggamku

Reff :
Dirimu di hatiku, tak lekang oleh waktu
Meski kau bukan milikku
Intan permata yang tak pudar,
Tetap bersinar mengusik kesepian jiwaku
Ku coba memahami,
Bimbangnya nurani tuk pastikan semua
Tak akan ku ingkari,
Terlalu banyak cinta yang mengisi datang dan pergi
Namun tak pernah bisa,
Lenyapkanmu di benakku...

Hemmm, kalimat - kalimat yang di warnai di atas, adalah sebagian dari isi hatiku saat ini. Bahwa, Dia tidak pernah lekang dari hatiku, Dia bukan lagi milikku, coba untuk memahami semua permasalahan yang kami hadapi, bagaimana sampai saat ini aku masih memikirkan keputusan apa yang harus aku ambil nanti yang jawabannya akan aku berikan beberapa bulan lagi, lalu, bagaimanapun Dia telah menyakiti aku, aku tetap tidak bisa melenyapkan Dia dari hati dan pikiranku....

Ga bisa dipungkiri, bahwa aku benar - benar "Jatuh Cinta" (Terlalu ekstrim?). Sampai saat ini pun rasa sayang itu masih begitu dalam, walaupun, rasa sayang itu sudah tidak lagi murni. Rasa itu sudah tercemar oleh perasaan benci yang dari hari ke hari semakin menggerogotiku sehingga, akupun tidak tahu lagi, mana yang lebih besar? Rasa sayangku? Atau rasa benciku?
Di satu sisi aku ingin sekali melihat dia bisa bahagia dengan kehidupannya saat ini. Tapi di sisi lain? Aku ingin sekali melihat dia menderita! Melihat dia merasakan penderitaan LEBIH dari yang aku rasakan sekarang! Merasakan kesakitan, lebih dari rasa sakit yang selama ini aku alami.

Ada satu kata yang selalu muncul dalam hubungan kami beberapa waktu ini.

MAAF

Kata - kata simple, yang terkesan sangat damai.
Kata yang sepertinya, jika diucapkan akan menimbulkan efek yang baik.
Menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mudah....

Dan berkali - kali, dengan mudahnya, orang seringkali mengucapkan "Maaf" dengan mudahnya. Baik sih. Tapi, apakah semudah itu?

Itu yang Dia lakukan padaku. Berkali - kali dengan mudahnya mengucapkan "Maaf", tanpa aku melihat sedikitpun, dia memikirkan bagaimana perasaanku saat itu..
Tanpa memikirkan, oh, atau mungkin dia malah berpikir, dengan dia mengucapkan "Maaf", maka semua yang telah terjadi antara aku dan dia akan selesai begitu saja, dengan sangat mudahnya, tanpa dia harus merasa bersalah dan menyesal karena menyakitiku.
Atau...
Dengan meminta maaf, dia berpikir semuanya akan baik - baik saja, dan terutama diriku akan "baik - baik saja", dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa aku tidak akan melakukan tindakan yang bodoh.
Dia mengucapkan "Maaf" tanpa memikirkan dampak yang dia timbulkan terhadap diriku.
Kata "Maaf" untuk menghilangkan semua rasa bersalah atas semua yang dia telah lakukan.

Seandainya saja dengan dia mengucapkan maaf, walaupun pasti terasa menyakitkan untuk saat itu, setidaknya saat esok hari aku terbangun dari tidurku yang melelahkan, ketika aku aku membuka mataku di pagi hari, aku bisa melupakan DIA. Melupakan semua kenangan tentang dia, bahkan jika aku berpapasan dengannya di jalan aku tidak bisa lagi mengenal dia sebagai seseorang yang pernah singgah di hatiku, menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupanku dan mengisi hari - hariku. Atau, jika aku membuka handphone dan membaca namanya di contact name ku, atau membaca pesan yang dia kirim atau pesan yang aku kirimkan untuknya, aku akan mengerutkan kening dan mengerucutkan bibirku, sambil berpikir dengan keras "Apa aku pernah mengenal orang ini????!" karena aku merasa aku benar - benar tidak mengenal orang ini, sehingga aku tidak lagi merasakan sakit yang menyiksa karena terbakar oleh rasa benci yang selama ini aku pupuk, maka dengan sangat senang aku akan mengatakan "Ya, aku maafin kamu!". Maka, aku akan melakukannya sejak awal. Lebih dari 1 tahun yang lalu, saat dia mulai mengisi hati dan hari - hariku, pikiranku, jiwaku, dan saat dia mulai membuat satu persatu goresan - goresan luka di hatiku....

Tapi kenyataannya?
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku merasa membenci dia lebih lagi.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku mendapati kalau hatiku semakin terluka.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku membuat luka di hatiku menganga denga lebar, semakin dalam.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku merasa, bahwa aku menyiramkan air garam, perasan jeruk nipis, cuka, what ever, apapun itu... menyiramkannya ke lukaku yang menganga dengan lebar.

Oh, oh, aku ingat. Dia selalu berkata "Jangan dirasain pake hati, tapi pikirkan dengan pikiran logis!" atau "Masalah ini ga bisa selesai kalau pake perasaan.".

Tapi dia ga pernah jadi aku, dia ga pernah ngerasain bagaimana perasaanku, yang merasa terbuang, merasa dicampakkan, ga berarti, ga berharga.
Merasa menjadi manusia yang tidak punya arti apa - apa...
Dia ga pernah jadi aku, yang setiap malam, bahkan sampai saat ini, aku selalu menangisi diriku, menangis karena rasa sakit yang terus menderaku...
Dia ga pernah jadi aku, yang pernah mengalami keninginan untuk mengakhiri hidupku dengan melompat ke dalam air (karena aku tidak bisa berenang, tapi itu hal yang sangat bodoh, jangan di tiru!). Bahkan jika saja malam itu aku benar - benar melaksanakan niat bodohku itu, toh dia juga tidak akan mau repot - repot untuk datang dari tempatnya saat itu di Tangerang untuk melihat bagaimana keadaanku, hidup atau sudah benar - benar mati.
Bahkan beberapa hari kemudian, jika aku tidak nekat memaksakan untuk bertemu, dia juga tidak akan menemuiku!

Bagaimana mungkin aku bisa memaafkan dia, yang membuatku ingin mengakhiri hidup?!

Mungkin, seandainya saja dia lenyap selamanya dari dunia ini, dari kehidupanku, itu akan lebih baik bagiku.
Kesannya egois dan jahat memang, tapi apakah dia tidak jahat? Apakah dia tidak egois? Dia seperti menganggap apa yang telah dia lakukan adalah bukan apa - apa. Bukan sesuatu yang penting, yang harus dipikirkan dan pusingkan. Mungkin dia berpikiran, "untuk apa memikirkan dan memusingkan hal itu, toh selama masih hidup, kenapa ga dinikmati?".
Bagaimana mungkin aku tidak menanam benih - benih kebencian di dalam hatiku? Bagaimana mungkin aku memberikan maaf kepada orang yang selalu berkata kepadaku, "Daripada aku pusing mikirin hal itu, mendingan aku jalanin hidup aja, hidup kamu dan aku tuh masih panajng, banyak hal yang masih bisa dikerjakan, hal yang lebih berguna dari pada mikirin hal itu terus! Bukannya mau campakin kamu, tepi emang kenyataanya begini? Coba donk berpikir yang logis, jangan pake perasaan terus!!"

Hahahahaha, yup. Dengan gampangnya dia selalu mengatakan hal itu, dan sekali lagi aku tegasin, dia ga pernah jadi aku, dan dia ga akan pernah tau apa yang aku rasa!

Mungkin aku salah, tapi, setidaknya aku tidak membohongi diriku sendiri, dengan berpura - pura menjadi tegar, dan mengatakan "Aku maafin kamu". Setidaknya aku tidak menambah kesakitanku lagi.

"Bahkan, walaupun aku memiliki dia, luka yang dia goreskan dalam hatiku, akan tetap ada sampai kapanpun...."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar