Senin, 23 Maret 2009

Tahukah Anda?

  • Di pedalaman hutan-hutan Jambi, Sumatera Selatan dan Riau terdapat suku terasing yang bernama Orang Rimba. Sebutan ini menunjukkan jati diri mereka sebagai etnis yang mengembangkan kebudayaannya, yang tidak bisa lepas dari hutan. Hutan bagi mereka merupakan harta yang tidak ternilai harganya, tempat mereka hidup, beranak-pinak, sumber pangan, sampai pada tempat dilakukannya adat istiadat yang berlaku bagi mereka. Begitupula dengan sungai sebagai sumber air minum dan berbagai fungsi lainnya.


  • Suku Koroway yang ada di Jayapura khususnya di Distrik Citak Mitak Kabupaten Mappi selama ini tinggal di atas pohon dalam hutan rimba Papua. Mereka membuat rumah tinggal di atas pohon-pohon yang tinggi. Makanan pokoknya sagu dan berburu binatang seperti kuskus, kasuari, burung-burung, babi dan beraneka fauna yang bisa dikonsumsi setelah dimasak dengan cara mereka secara turun-temurun.
  • Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau sejak ratusan tahun wilayah Indonesia, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan menyebar ke Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
  • Suku Boti merupakan keturunan dari suku asli Pulau Timor, Atoni Metu propinsi Nusa Tenggara Timur. Karena letaknya yang susah dicapai di tengah pegunungan, desa Boti tertutup dari peradaban modern dan perkembangan zaman. Suku Boti dikenal sangat memegang teguh keyakinan dan kepercayaan mereka yang disebut Halaika. Mereka percaya pada dua penguasa alam yaitu Uis Pah dan Uis Neno.
  • Ada sisi lain kehidupan masyarakat di sekitar Batam, seperti di Pulau Rempang dan pesisir yang masih jauh tertinggal baik dari segi ekonomi dan pendidikan. Salah satunya ada kelompok masyarakat terasing yang dikenal dengan suku Utan yang hidup di kawasan Sungai Sadap, Rempang Cate Pulau Rempang. Seluruh warga Suku Utan menghuni gubuk di tengah hutan semak belukar di kawasan Sungai Sadap. Gubuk yang digunakan sebagai tempat tinggal dibuat dari fondasi kayu yang tinggi dan beratap daun kering.
  • Di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat terdapat suku Sasak yang merupakan penduduk asli daerah tersebut. Masyarakat Sasak ini terkenal sangat ramah dan pandai mengerjakan kain tenun ikat. Mereka memiliki suatu kebudayaan unik yang tersendiri, setiap tahunnya dalam sekali waktu pada bulan November atau Desember berlangsung perang ketupat yang dilaksanakan oleh umat Hindu bersama-sama umat Islam, yang bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur kepada sang Pencipta.
  • Orang Gayo berdiam di Kabupaten Aceh Tengah, sebagian lain di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Timur, terutama di sekitar Danau Laut Tawar. Tempat bermukim orang Gayo disebut Tanoh Gayo (Tanah Gayo). Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari : reje, petue, imeum dan sawudere.
  • Di wilayah Cagar Alam Morowali terdapat suku terasing yang bernama Suku Wana. Kehidupan orang Wana sangat tergantung kepada kearifan lingkungan alam sekeliling mereka. Oleh karena itu mereka sangat mempercayai adanya ruh (spirit) yang menjaga atau memelihara setiap jengkal tanah dan hutan. Agar para penjaga yang memelihara lingkungan tidak murka, mereka lantas memberi persembahan atau disebut “kapongo”. Perlengkapan kapongo terdiri atas sirih, pinang, kapur dan tembakau yang diletakkan pada sebuah “rumah” yang tingginya sekitar 40-50 cm dari permukaan tanah.
  • Suku Sekak Bangka merupakan suku yang mendiami pesisir sepanjang Pulau Bangka. Ciri khas suku ini adalah mereka masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme dan tinggal di daerah peisir pantai serta mata pencaharian mereka adalah nelayan. Suku Sekak merupakan rumpun bangsa melayu dimana bahasa dan dialek yang digunakan hampir mirip dengan bahasa melayu.
  • Orang Akit atau orang Akik adalah kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan Panjang dan Kecamatan Rupat di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sebutan “Akit” diberikan kepada masyarakat ini karena sebagian besar kegiatan hidup mereka berlangsung di atas rumah rakit. Dengan rakit tersebut mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain di pantai laut dan muara sungai. Mereka juga membangun rumah-rumah sederhana di pinggir-pinggir pantai untuk dipergunakan ketika mereka mengerjakan kegiatan di darat.
  • Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir panta dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampong. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri.
  • Di maluku terdapat salah satu suku bernama Orang Buru yang merupakan penduduk asli Pulau Buru. Orang buru sendiri memiliki beberapa nama-nama keluarga atau yang disebut Noro. Orang Buru memilki senjata khas daerah yang mereka beri nama Senjata geba-geba buru yakni sejenis parang dan tombak. Tombak mereka langsing-langsing dan mudah dilemparkan dengan bentuk mata tombaknya yang menakutkan.

Sabtu, 21 Maret 2009

Bagaimana Mungkin Aku Memaafkanmu?

Seputih cinta ini ingin kulukiskan di dasar hatiku
Kesetiaan janjiku untuk pertahankan kasihku padamu
Bukalah mata hati
Ku masih cumbui bayang dirimu di dalam mimpi
Yang mungkin tak kan pernah membawamu di genggamku

Reff :
Dirimu di hatiku, tak lekang oleh waktu
Meski kau bukan milikku
Intan permata yang tak pudar,
Tetap bersinar mengusik kesepian jiwaku
Ku coba memahami,
Bimbangnya nurani tuk pastikan semua
Tak akan ku ingkari,
Terlalu banyak cinta yang mengisi datang dan pergi
Namun tak pernah bisa,
Lenyapkanmu di benakku...

Hemmm, kalimat - kalimat yang di warnai di atas, adalah sebagian dari isi hatiku saat ini. Bahwa, Dia tidak pernah lekang dari hatiku, Dia bukan lagi milikku, coba untuk memahami semua permasalahan yang kami hadapi, bagaimana sampai saat ini aku masih memikirkan keputusan apa yang harus aku ambil nanti yang jawabannya akan aku berikan beberapa bulan lagi, lalu, bagaimanapun Dia telah menyakiti aku, aku tetap tidak bisa melenyapkan Dia dari hati dan pikiranku....

Ga bisa dipungkiri, bahwa aku benar - benar "Jatuh Cinta" (Terlalu ekstrim?). Sampai saat ini pun rasa sayang itu masih begitu dalam, walaupun, rasa sayang itu sudah tidak lagi murni. Rasa itu sudah tercemar oleh perasaan benci yang dari hari ke hari semakin menggerogotiku sehingga, akupun tidak tahu lagi, mana yang lebih besar? Rasa sayangku? Atau rasa benciku?
Di satu sisi aku ingin sekali melihat dia bisa bahagia dengan kehidupannya saat ini. Tapi di sisi lain? Aku ingin sekali melihat dia menderita! Melihat dia merasakan penderitaan LEBIH dari yang aku rasakan sekarang! Merasakan kesakitan, lebih dari rasa sakit yang selama ini aku alami.

Ada satu kata yang selalu muncul dalam hubungan kami beberapa waktu ini.

MAAF

Kata - kata simple, yang terkesan sangat damai.
Kata yang sepertinya, jika diucapkan akan menimbulkan efek yang baik.
Menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mudah....

Dan berkali - kali, dengan mudahnya, orang seringkali mengucapkan "Maaf" dengan mudahnya. Baik sih. Tapi, apakah semudah itu?

Itu yang Dia lakukan padaku. Berkali - kali dengan mudahnya mengucapkan "Maaf", tanpa aku melihat sedikitpun, dia memikirkan bagaimana perasaanku saat itu..
Tanpa memikirkan, oh, atau mungkin dia malah berpikir, dengan dia mengucapkan "Maaf", maka semua yang telah terjadi antara aku dan dia akan selesai begitu saja, dengan sangat mudahnya, tanpa dia harus merasa bersalah dan menyesal karena menyakitiku.
Atau...
Dengan meminta maaf, dia berpikir semuanya akan baik - baik saja, dan terutama diriku akan "baik - baik saja", dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa aku tidak akan melakukan tindakan yang bodoh.
Dia mengucapkan "Maaf" tanpa memikirkan dampak yang dia timbulkan terhadap diriku.
Kata "Maaf" untuk menghilangkan semua rasa bersalah atas semua yang dia telah lakukan.

Seandainya saja dengan dia mengucapkan maaf, walaupun pasti terasa menyakitkan untuk saat itu, setidaknya saat esok hari aku terbangun dari tidurku yang melelahkan, ketika aku aku membuka mataku di pagi hari, aku bisa melupakan DIA. Melupakan semua kenangan tentang dia, bahkan jika aku berpapasan dengannya di jalan aku tidak bisa lagi mengenal dia sebagai seseorang yang pernah singgah di hatiku, menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupanku dan mengisi hari - hariku. Atau, jika aku membuka handphone dan membaca namanya di contact name ku, atau membaca pesan yang dia kirim atau pesan yang aku kirimkan untuknya, aku akan mengerutkan kening dan mengerucutkan bibirku, sambil berpikir dengan keras "Apa aku pernah mengenal orang ini????!" karena aku merasa aku benar - benar tidak mengenal orang ini, sehingga aku tidak lagi merasakan sakit yang menyiksa karena terbakar oleh rasa benci yang selama ini aku pupuk, maka dengan sangat senang aku akan mengatakan "Ya, aku maafin kamu!". Maka, aku akan melakukannya sejak awal. Lebih dari 1 tahun yang lalu, saat dia mulai mengisi hati dan hari - hariku, pikiranku, jiwaku, dan saat dia mulai membuat satu persatu goresan - goresan luka di hatiku....

Tapi kenyataannya?
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku merasa membenci dia lebih lagi.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku mendapati kalau hatiku semakin terluka.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku membuat luka di hatiku menganga denga lebar, semakin dalam.
Semakin aku mencoba untuk memaafkan dia, semakin aku merasa, bahwa aku menyiramkan air garam, perasan jeruk nipis, cuka, what ever, apapun itu... menyiramkannya ke lukaku yang menganga dengan lebar.

Oh, oh, aku ingat. Dia selalu berkata "Jangan dirasain pake hati, tapi pikirkan dengan pikiran logis!" atau "Masalah ini ga bisa selesai kalau pake perasaan.".

Tapi dia ga pernah jadi aku, dia ga pernah ngerasain bagaimana perasaanku, yang merasa terbuang, merasa dicampakkan, ga berarti, ga berharga.
Merasa menjadi manusia yang tidak punya arti apa - apa...
Dia ga pernah jadi aku, yang setiap malam, bahkan sampai saat ini, aku selalu menangisi diriku, menangis karena rasa sakit yang terus menderaku...
Dia ga pernah jadi aku, yang pernah mengalami keninginan untuk mengakhiri hidupku dengan melompat ke dalam air (karena aku tidak bisa berenang, tapi itu hal yang sangat bodoh, jangan di tiru!). Bahkan jika saja malam itu aku benar - benar melaksanakan niat bodohku itu, toh dia juga tidak akan mau repot - repot untuk datang dari tempatnya saat itu di Tangerang untuk melihat bagaimana keadaanku, hidup atau sudah benar - benar mati.
Bahkan beberapa hari kemudian, jika aku tidak nekat memaksakan untuk bertemu, dia juga tidak akan menemuiku!

Bagaimana mungkin aku bisa memaafkan dia, yang membuatku ingin mengakhiri hidup?!

Mungkin, seandainya saja dia lenyap selamanya dari dunia ini, dari kehidupanku, itu akan lebih baik bagiku.
Kesannya egois dan jahat memang, tapi apakah dia tidak jahat? Apakah dia tidak egois? Dia seperti menganggap apa yang telah dia lakukan adalah bukan apa - apa. Bukan sesuatu yang penting, yang harus dipikirkan dan pusingkan. Mungkin dia berpikiran, "untuk apa memikirkan dan memusingkan hal itu, toh selama masih hidup, kenapa ga dinikmati?".
Bagaimana mungkin aku tidak menanam benih - benih kebencian di dalam hatiku? Bagaimana mungkin aku memberikan maaf kepada orang yang selalu berkata kepadaku, "Daripada aku pusing mikirin hal itu, mendingan aku jalanin hidup aja, hidup kamu dan aku tuh masih panajng, banyak hal yang masih bisa dikerjakan, hal yang lebih berguna dari pada mikirin hal itu terus! Bukannya mau campakin kamu, tepi emang kenyataanya begini? Coba donk berpikir yang logis, jangan pake perasaan terus!!"

Hahahahaha, yup. Dengan gampangnya dia selalu mengatakan hal itu, dan sekali lagi aku tegasin, dia ga pernah jadi aku, dan dia ga akan pernah tau apa yang aku rasa!

Mungkin aku salah, tapi, setidaknya aku tidak membohongi diriku sendiri, dengan berpura - pura menjadi tegar, dan mengatakan "Aku maafin kamu". Setidaknya aku tidak menambah kesakitanku lagi.

"Bahkan, walaupun aku memiliki dia, luka yang dia goreskan dalam hatiku, akan tetap ada sampai kapanpun...."


Rabu, 18 Maret 2009

Ungkapan Hati


".... bahkan, walaupun aku bisa memiliki 'DIA' , luka yang 'DIA' timbulkan akan tetap ada sampai kapan pun"

" Banyak orang bilang, bahwa waktu akan bisa memulihkan luka yang ada di hati, tapi untuk aku... sebanyak apapun waktu yang aku punya, tidak akan pernah membantuku untuk kembali puli.."

" Hati yang hancur ibarat gelas yang pecah, walaupun pecahan - pecahan itu bisa direkatkan kembali, namun akan tetap meninggalkan luka kecil yang tidak akan hilang."

" Senyumku adalah tangis isak jiwaku, tawaku adalah kemarahan jiwaku."

" Saat hati mulai diracuni kebencian dan dendam, dia tidak akan pernah menjadi murni kembali."

"Bagaimana kamu bisa membenci dan melupakan orang yang telah mengambil separuh dari jiwamu?"

Jack The Ripper

Jack the Ripper

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Sampul tanggal 21 September 1889, isu dari majalah Puck, menampilkan gambaran kartunis Tom Merry mengenai pembunuh misterius bernama Jack the Ripper.

Jack the Ripper (Jack sang Pencabik) adalah julukan untuk tokoh misterius yang melakukan serangkaian pembunuhan berantai dan mutilasi di Inggris pada abad 19.

Pada 31 Agustus 1888 lewat tengah malam, di distrik East End di kota London, Inggris yang dikenal dengan nama Whitechapel (daerah lampu merah di London) pernah dihebohkan dengan aksi pembunuhan berantai sadis terhadap sejumlah wanita tuna susila. Identitas pelaku pembunuhan hingga kini tidak berhasil diungkap. Polisi hanya tahu bahwa sang pembunuh menjuluki dirinya "Jack the Ripper".

Jack The Ripper tidak meninggalkan bukti satu pun dalam tindakan kriminalnya, pola pembunuhannya pun tidak diketahui, bahkan bisa dibilang acak. Satu-satunya persamaan antara korban-korbannya ialah bahwa mereka adalah wanita tuna susila.

Jack The Ripper membunuh korban-korbannya tanpa ampun. Setelah memotong leher korbannya, kemudian Jack The Ripper memutilasi mereka. Bagaikan bayangan di malam hari, tidak ada seorangpun yang dapat menguak siapakah Jack The Ripper sebenarnya. Walaupun Jack The Ripper "hanya" beraksi lebih kurang satu tahun, korbannya sangat banyak dan telah menjadi legenda sampai sekarang.

Ada juga dugaan kalau pelaku adalah seorang dokter atau setidaknya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran spesialisasi di bidang operasi bedah karena sayatan-sayatan di tubuh korbannya sangat rapi yang hanya bisa dilakukan menggunakan alat-alat operasi kedokteran yang membutuhkan keahlian khusus.

Identitas Jack the Ripper sampai hari ini masih merupakan misteri; para spekulan memprediksi bahwa Jack the Ripper telah menyebrangi Laut Atlantik dan bermukim di AS setelah pembunuhan-pembunuhan tersebut.

Elizabet Bathory (Sang Pembunuh Berantai)

Elizabeth Báthory

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Elizabeth Báthory.

Elizabeth Báthory (Báthory Erzsébet di Hungaria, Alžbeta Bátoriová(-Nádasdy) di Slowakia, Elżbieta Batory dalam Polandia, lahir 7 Agustus 1560 – wafat 21 Agustus 1614 pada umur 54 tahun), adalah countess Hungaria dari keluarga Báthory. Keluarga ini diingat untuk pertahanan melawan Utsmaniyah. Ia terkenal sebagai pembunuh berantai dalam sejarah Hungaria dan Slowakia dan diingat sebagai Wanita Berdarah Csejte (kini Čachtice). Istana Čachtice merupakan tempat ia menghabiskan hidupnya. Setelah kematian suaminya, ia dan empat pembantunya dituduh menyiksa dan membunuh ratusan wanita muda, dengan sekurangnya sebanyak 650 korban. Pada tahun 1610, ia dipenjarakan di Istana Čachtice dan menghabiskan hidupnya disana. Bathory lahir di Hungaria thn 1560, kurang lebih 100 tahun setelah Vlad 'The Impaler' Dracul meninggal. Kakek buyut Elizabeth Báthory adalah Prince Stephen Báthory yang merupakan salah satu Ksatria yang memimpin pasukan Vlad Dracul ketika dia merebut kembali kekuasaan di Walachia seabad sebelumnya.

Elizabeth terlahir dari pasangan Georges dan Anna Báthory yang merupakan bangsawan kaya raya dan salah satu keluarga bangsawan paling kaya di Hungaria saat itu. Keluarga besarnya juga terdiri dari orang-orang terpandang. Salah satu sepupunya adalah perdana menteri di Hungaria, seorang lagi adalah Kardinal. Bahkan pamannya, Stepehen kemudian menjadi Raja Polandia. Namun keluarga Báthory memiliki 'sisi' lainnya yang lebih 'gelap' selain segala kekayaan dan popularitasnya. Disebutkan bahwa salah satu pamannya yang lain adalah seorang Satanis dan penganut Paganisme sementara seorang sepupunya yang lain memiliki kelainan jiwa dan gemar melakukan kejahatan sexual.

Pernikahan dengan Ferenc Nádasdy

Tahun 1575, di usia 15 tahun Elizabeth menikah dengan Count Ferenc Nádasdy yang 10 tahun lebih tua darinya. Karena suaminya berasal dari bangsawan yang lebih rendah, maka Count Ferenc Nádasdy menggunakan nama Báthory dibelakangnya. Elizabeth tetap menggunakan nama keluarganya yaitu Báthory dan tidak menjadi Nádasdy. Kedua pasangan tersebut kemudian tinggal di Istana Čachtice, yang merupakan sebuah kastil di atas pegunungan dengan desa Čachtice dilembah dibawahnya. Suaminya jarang mendampingi Elizabeth karena Count Ferenc lebih sering berada di medan pertempuran melawan Turki Usmani (Ottoman Empire). Ferenc kemudian menjadi terkenal karena keberaniannya di medan pertempuran, bahkan dianggap sebagai pahlawan di Hungaria dengan julukan 'Black Hero of Hungary'.

Elizabeth yang masih muda tentu senantiasa merasa kesepian karena selalu ditinggal sang suami. Disebutkan dia memiliki kebiasaan mengagumi kecantikannya dan kemudian memiliki banyak kekasih gelap yang melayaninya selama sang suami tidak berada di tempat. Elizabeth bahkan pernah melarikan diri bersama kekasih gelapnya namun kemudian kembali lagi dan suaminya memaafkannya. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi ketagihan Elizabeth akan kepuasan seksual. Disebutkan juga Elizabeth menjadi seorang biseksual dengan melakukan hubungan lesbian dengan bibinya, Countess Klara Báthory.

Satanisme

Elizabeth kemudian mulai terpengaruh dengan satanisme yang diajarkan oleh Dorothea Szentes, biasa disebut Dorka, salah seorang pelayan terdekatnya. Karena pengaruh Dorka, Elizabeth mulai menyenangi kepuasan seksual lewat penyiksaan yang dilakukannya terhadap pelayan-pelayan lainnya yang masih muda. Selain Dorka, Elizabeth dibantu beberapa pelayan terdekatnya yaitu: suster Iloona Joo, pelayan pria Johaness Ujvari dan seorang pelayan wanita bernama Anna Darvula, yang merangkap sebagai kekasih Elizabeth.

Bersama para kru S&M-nya, Elizabeth mengubah Istana Čachtice menjadi pusat teror dan penyiksaan seksual. Para gadis muda yang jadi pelayannya disiksa dengan berbagai bentuk penyiksaan seperti diikat, ditelanjangi lalu dicambuk dan juga menggunakan berbagai alat untuk menyakiti bagian-bagian tubuh tertentu.

Tahun 1600, Ferenc meninggal dan era teror sesungguhnya dimulai. Memasuki usia 40 tahun, Elizabeth menyadari bahwa kecantikannya mulai memudar. Kulitnya mulai menunjukan tanda-tanda penuaan dan keriput yang sebenarnya lumrah di usia tersebut. Tapi Elizabeth adalah pemuja kesempurnaan dan kecantikan dan dia akan melakukan apa saja demi mempertahankan kecantikannya. Suatu saat seorang pelayaan wanita yang sedang menyisir rambutnya secara tidak sengaja menarik rambut Elizabeth terlalu keras. Elizabeth yang marah kemudian menampar gadis malang tersebut. Darah memancar dari hidung gadis itu dan mengenai telapak tangan Elizabeth. Saat itu Elizabeth disebutkan 'menduga dan percaya' bahwa darah gadis muda memancarkan cahaya kemudaan mereka. Serta merta dia memerintahkan pelayannya, Johannes Ujvari dan Dorka menelanjangi gadis tersebut, menariknya keatas bak mandi dan memotong urat nadinya. Ketika si gadis meninggal kehabisan darah, Elizabeth segera mesuk kedalam bak mandi dan berendam dalam kubangan darah. Dia menemukan apa yang diyakininya sebagai 'Rahasia Awet Muda'.

Ketika semua pelayan mudanya sudah mati, Elizabeth mulai merekrut gadis muda di desa sekitarnya untuk dijadikan pelayan di Kastilnya. Nasib mereka semuanya sama , diikat diatas bak mandi kemudian urat nadi mereka dipotong hingga darah mereka menetes habis kedalam bak mandi. Seringkali Elizabeth berendam didalam kolam darah sambil menyaksikan korbannya sekarat meneteskan darah hingga tewas. Sesekali Elizabeth bahkan meminum darah para gadis tersebut untuk mendapatkan apa yang ia sebut 'inner beauty'.


Akhir Kiprah dan Penangkapan

Lama kelamaan Elizabeth merasa bahwa darah para gadis desa masih kurang baginya. Demi mendapat darah yang menurutnya lebih berkualitas, Elizabeth mengincar darah para gadis bangsawan rendahan. Dia kemudian melakukan penculikan terhadap gadis-gadis bangsawan untuk dijadikan korbannya. Namun hal tersebut menjadi bumerang baginya. Hilangnya gadis-gadis bangsawan dengan cepat mendapatkan perhatian di kalangan bangsawan, orang-orang berpengaruh, hingga Raja sendiri. Tanggal 30 Desember 1610, pasukan tentara dibawah pimpinan György Thurzó, yang merupakan sepupu Elizabeth sendiri, menyerbu Istana Čachtice di malam hari. Mereka semua terkejut melihat pemandangan yang mereka temukan di dalam Istana Čachtice. Mayat seorang gadis yang pucat kehabisan darah tergeletak diatas meja makan, seorang lainnya yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan kedua urat nadinya disayat hingga meneteskan darah. Di bagian penjara ditemukan belasan gadis yang sedang ditahan menunggu giliran dibunuh. Kemudian di ruang basement ditemukan lebih dari 50 mayat yang sebagian besar sudah mulai membusuk.

Sekurangnya 650 nama tercatat dalam pengadilan atas Elizabeth Bathory di tahun 1611. Nama-nama itu didapat berdasarkan laporan dari berbagai pihak. Mulai dari keluarga-keluarga petani hingga bangsawan. Elizabeth sendiri tidak pernah didatangkan ke pengadilan untuk diadili secara langsung. Hanya empat pelayannya yang diadili dan kemudian dihukum mati. Raja Hungaria memerintahkan Elizabeth dikurung dalam kamarnya di Istana Čachtice selama sisa hidupnya. Para pekerja kemudian dikerahkan untuk menutup semua pintu dan jendela ruang kamar Elizabeth dengan tembok dengan hanya menyisakan lubang kecil yang digunakan untuk memasukan makanan dan minuman.

Tahun 1614, atau 4 tahun setelah Elizabeth diisolasi dengan tembok di kamarnya sendiri, seorang penjaga melihat makanan yang disajikan untuk Elizabeth tidak tersentuh selama seharian. Penjaga itu kemudian mengintip kedalam dan melihat sang Countess tertelungkup dengan wajah di lantai. Elizabeth 'The Blood Countess' Báthory meninggal di usia 54 tahun pada 21 Agustus 1614.